Review Film Black Phone 2 (2025): Teror Supernatural yang Lebih Gelap dan Mencekam
ElangUpdate | Jakarta, 9 September 2025 – Empat tahun setelah kesuksesan The Black Phone (2021), sutradara Scott Derrickson kembali dengan sekuel yang dinanti-nantikan, Black Phone 2.
Film horor supernatural ini, yang dijadwalkan tayang di bioskop pada 17 Oktober 2025 di Amerika Serikat dan Oktober 2025 di Indonesia, menghadirkan teror yang lebih gelap, emosional, dan kompleks dibandingkan pendahulunya.
Dengan pemeran utama seperti Ethan Hawke, Mason Thames, dan Madeleine McGraw yang kembali memukau, film ini menjanjikan pengalaman sinematik yang mengguncang.
Berikut adalah ulasan lengkap tentang Black Phone 2, mulai dari sinopsis, performa aktor, elemen teknis, hingga tema dan kesan menonton.
Sinopsis: Panggilan dari Alam Baka
Black Phone 2 melanjutkan kisah Finn (Mason Thames), yang kini berusia 17 tahun, empat tahun setelah berhasil melarikan diri dari cengkeraman The Grabber (Ethan Hawke), seorang pembunuh berantai yang menewaskannya di film pertama.
Meski Finn selamat, trauma masa lalu masih menghantuinya, membuatnya kesulitan menjalani kehidupan normal sebagai remaja. Sementara itu, adiknya, Gwen (Madeleine McGraw), yang kini berusia 15 tahun, mulai mengalami penglihatan supranatural yang lebih intens melalui telepon hitam misterius yang menjadi ikon film pertama.
Gwen menerima panggilan dalam mimpinya, disertai visi mengerikan tentang tiga anak laki-laki yang dibuntuti di sebuah perkemahan musim dingin bernama Alpine Lake. Bertekad mengungkap misteri dan menghentikan teror yang mengancam, Gwen membujuk Finn untuk pergi ke kamp tersebut di tengah badai salju.
Di sana, mereka menemukan hubungan mengejutkan antara The Grabber dan sejarah keluarga mereka sendiri. The Grabber, yang kini menjadi entitas supernatural yang lebih kuat, kembali untuk membalas dendam, menjadikan Finn dan Gwen sebagai target utamanya.
Dengan elemen horor yang lebih berdarah dan tema psikologis yang mendalam, film ini membawa penonton ke petualangan yang penuh ketegangan.
Performa Aktor: Chemistry yang Kuat dan Emosional
Ethan Hawke sekali lagi mencuri perhatian sebagai The Grabber. Meski karakternya telah mati di film pertama, Hawke berhasil menghidupkan kembali sosok penutup yang mengerikan ini dengan intensitas yang lebih menakutkan. Topeng ikonik The Grabber, yang dirancang ulang dengan detail yang lebih mengerikan, menjadi simbol teror yang tak terlupakan.
Hawke memainkan peran ini dengan kombinasi karisma gelap dan kegilaan yang membuat penonton merinding setiap kali ia muncul di layar.
Mason Thames, sebagai Finn, menunjukkan perkembangan luar biasa sebagai aktor muda. Ia berhasil menggambarkan Finn sebagai remaja yang rapuh namun bertekad, terjebak antara trauma masa lalu dan tanggung jawab melindungi adiknya.
Chemistry antara Thames dan Madeleine McGraw sebagai Gwen tetap menjadi salah satu kekuatan utama film ini. McGraw, dengan kemampuan aktingnya yang luar biasa, menghidupkan Gwen sebagai gadis pemberani namun rentan, yang berjuang dengan kemampuan supranaturalnya yang semakin tak terkendali.
Pemeran pendukung seperti Demián Bichir, yang berperan sebagai pengawas kamp Alpine Lake, dan Miguel Mora, yang kembali sebagai saudara dari salah satu korban The Grabber, menambah kedalaman cerita.
Jeremy Davies sebagai ayah Finn dan Gwen juga memberikan penampilan yang menyentuh, menggambarkan seorang pria yang berusaha menebus kesalahan masa lalu. Penambahan Arianna Rivas sebagai keponakan pengawas kamp memberikan perspektif baru yang menyegarkan, meski perannya terasa sedikit kurang dieksplorasi.
Elemen Teknis: Atmosfer yang Mencekam
Disutradarai oleh Scott Derrickson, yang dikenal lewat karya-karyanya seperti Sinister dan Doctor Strange, Black Phone 2 menampilkan penguasaan visual yang luar biasa. Sinematografi oleh Pär M. Ekberg menciptakan suasana yang dingin dan kelam, dengan palet warna abu-abu dan biru yang mendominasi latar perkemahan musim dingin.
Pencahayaan minim dan bayangan yang dramatis memperkuat rasa cemas, terutama dalam adegan-adegan di mana Gwen mengalami visinya.
Desain suara film ini juga patut diacungi jempol. Bunyi dering telepon hitam yang khas, dikombinasikan dengan efek suara mencekam seperti langkah kaki di salju atau suara napas The Grabber, menciptakan pengalaman auditif yang imersif. Skor musik, yang kembali digarap oleh Mark Korven, mempertahankan nada kelam dengan sentuhan baru yang lebih emosional, mencerminkan perjuangan batin Finn dan Gwen.
Editing film ini terasa sedikit lambat di beberapa bagian, terutama saat cerita beralih antara kilas balik dan masa kini. Namun, ini tidak mengurangi ketegangan keseluruhan, karena setiap jump-scare dan momen horor dieksekusi dengan presisi.
Efek visual untuk elemen supernatural, seperti penampakan The Grabber dan visi Gwen, terlihat realistis tanpa terasa berlebihan, menjaga keseimbangan antara horor psikologis dan supernatural.
Tema dan Pesan: Trauma dan Ketahanan
Salah satu kekuatan utama Black Phone 2 adalah eksplorasi temanya yang mendalam. Film ini tidak hanya mengandalkan ketakutan fisik, tetapi juga menggali dampak psikologis dari trauma.
Finn, yang kini remaja, digambarkan berjuang dengan rasa bersalah sebagai penyintas dan tekanan sosial di sekolah. Gwen, di sisi lain, menghadapi beban kemampuan supranaturalnya, yang membuatnya merasa terisolasi dari dunia nyata.
Film ini juga menyentuh tema keluarga dan pengampunan. Hubungan antara Finn, Gwen, dan ayah mereka, Terrence (Jeremy Davies), dieksplorasi dengan sensitif, menunjukkan bagaimana trauma bersama dapat memecah belah namun juga menyatukan.
Selain itu, elemen supernatural digunakan untuk menggambarkan bagaimana masa lalu yang kelam terus menghantui, sebuah metafora kuat tentang bagaimana kita menghadapi ketakutan dan luka batin.
Kesan Menonton: Horor yang Emosional dan Memuaskan
Black Phone 2 berhasil melampaui ekspektasi sebagai sekuel. Dibandingkan dengan film pertama, yang berfokus pada ketegangan di ruang sempit, sekuel ini memperluas cakupan cerita dengan latar perkemahan yang luas dan elemen supernatural yang lebih kuat.
Meski beberapa subplot, seperti peran Arianna Rivas, terasa kurang tergali, film ini tetap terasa kohesif dan memikat.
Bagi penggemar horor, film ini menawarkan kombinasi sempurna antara ketegangan psikologis, jump-scare yang efektif, dan gore yang tidak berlebihan.
Peringkat R dari MPAA, yang mencakup kekerasan kuat, darah, penggunaan narkoba oleh remaja, dan bahasa kasar, menegaskan bahwa film ini ditujukan untuk penonton dewasa atau remaja yang dipandu orang tua.
Untuk penonton yang sensitif terhadap tema trauma atau kekerasan, disarankan untuk mempersiapkan diri sebelum menonton.
Meski belum dirilis, antisipasi untuk film ini sudah tinggi, dan berdasarkan informasi yang tersedia, Black Phone 2 tampaknya akan menjadi salah satu film horor terbaik di 2025. Jadi, siapkan diri Anda untuk mendengar dering telepon hitam sekali lagi!
Catatan: Film ini akan tayang di bioskop Indonesia pada Oktober 2025. Pastikan untuk memeriksa jadwal tayang di bioskop terdekat Anda!
Dengan berkomentar, Anda setuju untuk mematuhi aturan ini.