Mengapa Banyak KPM Tidak Mendapatkan Bansos di Tahap 3 (2025)?
![]() |
Source : Kemensos |
ElangUpdate | Jakarta, 12 September 2025 – Program Bantuan Sosial (Bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) terus menjadi penopang utama bagi jutaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di tengah tantangan ekonomi pasca-pandemi dan fluktuasi harga kebutuhan pokok.
Pada tahun 2025, penyaluran Bansos melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) memasuki tahap ketiga, yang mencakup periode Juli hingga September.
Namun, kabar kurang menggembirakan datang dari berbagai wilayah: ribuan KPM melaporkan bahwa bantuan mereka tidak cair atau bahkan terhapus dari daftar penerima. Fenomena ini memicu keresahan di kalangan masyarakat rentan, yang bergantung pada dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan anak, dan kesehatan.
Mengapa hal ini terjadi? Berdasarkan data terbaru dari Kemensos dan Badan Pusat Statistik (BPS), ada beberapa faktor struktural dan administratif yang menyebabkan banyak KPM tidak lagi menerima Bansos di tahap 3.
Artikel ini akan mengupas tuntas penyebabnya, dampaknya terhadap masyarakat, serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengantisipasi masalah serupa. Dengan pemahaman yang lebih dalam, diharapkan penyaluran Bansos ke depan bisa lebih tepat sasaran dan inklusif.
Latar Belakang Penyaluran Bansos Tahap 3 Tahun 2025
Sebelum membahas masalah, penting untuk memahami konteks penyaluran Bansos tahun ini. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 504,7 triliun untuk perlindungan sosial di APBN 2025, dengan PKH dan BPNT sebagai program utama.
PKH bertujuan mendukung keluarga miskin melalui bantuan bersyarat untuk pendidikan, kesehatan, dan nutrisi, sementara BPNT fokus pada pemenuhan pangan non-tunai melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Tahap 3 Bansos dijadwalkan cair secara bertahap mulai pertengahan Agustus hingga akhir September 2025, melalui bank Himbara (BRI, BNI, Mandiri, BSI) atau PT Pos Indonesia. Nominalnya tetap: Rp 600.000 per KPM untuk BPNT (setara Rp 200.000 per bulan untuk tiga bulan), sementara PKH bervariasi mulai Rp 900.000 hingga Rp 3 juta tergantung komponen (misalnya, Rp 1,5 juta untuk keluarga dengan dua balita). Target penerima mencapai 20 juta KPM, dengan prioritas pada desil ekonomi 1-4 (keluarga termiskin).
Sayangnya, meski proses pencairan sudah dimulai seperti di Aceh melalui BSI pada awal September banyak KPM di Jawa Barat, Sulawesi, dan NTT mengeluhkan saldo KKS mereka kosong.
Data Kemensos menunjukkan bahwa sekitar 1,9 juta rumah tangga dinyatakan tidak layak lagi, sementara 363.000 KPM masih dalam proses perbaikan data. Ini menjadi akar dari masalah distribusi yang tidak merata.
Penyebab Utama Banyak KPM Tidak Mendapat Bansos
Ada enam penyebab utama yang membuat ribuan KPM tereliminasi dari daftar penerima di tahap 3. Faktor-faktor ini berasal dari perubahan kebijakan, verifikasi data, dan kendala teknis, yang semuanya bertujuan membuat Bansos lebih tepat sasaran.
1. Perubahan Data Keluarga yang Belum Diperbarui di DTSEN
Sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), pengganti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), menjadi tulang punggung penyaluran Bansos tahun 2025. DTSEN mengintegrasikan data dari BPS, Dukcapil, dan kementerian lain untuk memastikan akurasi. Namun, banyak KPM gagal memperbarui data perubahan keluarga, seperti kelahiran anak, kematian anggota keluarga, atau perpindahan domisili.
Sebagai contoh, jika seorang KPM tidak lagi memiliki komponen PKH (seperti anak sekolah atau balita), status mereka otomatis berubah menjadi "exclude". Menurut Kemensos, sekitar 363.000 KPM terdampak karena data NIK tidak valid atau tidak tersinkronisasi. Di wilayah pedesaan seperti NTT, akses internet terbatas membuat pembaruan data sulit dilakukan, sehingga banyak yang terlewat.
2. Peningkatan Kondisi Ekonomi Keluarga (Desil 6-10)
Verifikasi rutin oleh BPS menggunakan survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa kondisi ekonomi beberapa KPM telah membaik. Keluarga yang naik ke desil 6-10 (kelas menengah bawah ke atas) dinilai sudah stabil dan tidak lagi memenuhi kriteria miskin ekstrem. Hasilnya, 1,9 juta rumah tangga dicoret dari daftar.
Indikatornya meliputi kepemilikan aset seperti motor, rumah layak huni, atau pendapatan di atas Upah Minimum Regional (UMR). Meski ini bagian dari strategi graduasi (keluar dari program setelah mandiri), banyak KPM merasa tiba-tiba kehilangan bantuan tanpa pemberitahuan jelas. Di Jawa Barat, misalnya, 200.000 KPM terdampak karena terindikasi terlibat aktivitas ekonomi seperti usaha kecil.
3. Kriteria Baru yang Lebih Ketat dari Kemensos
Surat Edaran Inpres Nomor 4 Tahun 2025 memperkenalkan enam kriteria baru untuk menekan penyalahgunaan. KPM tidak berhak lagi jika:
- memiliki cicilan kendaraan pribadi,
- asuransi swasta,
- properti layak huni,
- gaji di atas UMR,
- terlibat judi online (lebih dari 600.000 NIK terdeteksi), atau
- menerima bantuan lain seperti BLT UMKM.
Verifikasi NIK terhadap 30 juta penerima mengungkap 600.000 kasus judi online, menyebabkan pemotongan hak. Ini bertujuan mencegah Bansos disalahgunakan, tapi bagi KPM yang tidak sadar, ini seperti "kejutan buruk".
4. Masalah Rekening dan Kartu KKS yang Tidak Aktif
Banyak KPM mengalami kendala rekening: ATM mati, rekening terblokir, atau KKS hilang. Proses migrasi dari PT Pos ke bank Himbara (burekol) menargetkan 3,6 juta KPM, tapi hanya 1,6 juta yang selesai hingga Agustus. Di daerah terpencil, distribusi KKS tertunda, menyebabkan dana "terjebak" di sistem.
Selain itu, penebalan Bansos tahap 2 (Rp 400.000 ekstra) belum cair bagi sebagian, sehingga tahap 3 terhambat. Nominal tahap 3 kembali normal Rp 600.000, tapi susulan bisa digabung, mencapai Rp 1 juta jika ada keterlambatan.
5. Kendala Teknis Distribusi dan Logistik
Penyaluran bertahap menyebabkan ketidakseragaman: Aceh cair awal September, tapi Jawa Tengah masih menunggu. Masalah jaringan bank, antrean e-Warong untuk BPNT, dan logistik beras 10-20 kg menambah kompleksitas. Di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), surat undangan dari desa sering terlambat, membuat KPM kehilangan kesempatan.
Kemensos mengakui bahwa fokus pada penyelesaian tahap 2 (termasuk penebalan) membuat tahap 3 mundur. Hingga akhir Agustus, hanya 70% KPM yang menerima dana penuh.
6. Tidak Memenuhi Syarat Umum Penerima
Syarat dasar Bansos 2025: terdaftar di DTSEN, bukan ASN/TNI/Polri, tidak menerima bantuan lain, dan memiliki KTP/KK valid. KPM tanpa komponen PKH (seperti lansia atau disabilitas) atau pekerja BUMN otomatis exclude. Pendamping sosial juga tidak boleh menerima, untuk menghindari konflik kepentingan.
Aturan Terbaru Kemensos 2025
Pada tahun 2025, Kemensos menerapkan sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dengan pembagian desil (1–10). Hanya keluarga pada desil 1–4 yang diprioritaskan sebagai penerima bansos. Sementara desil 5 ke atas dianggap lebih mampu dan tidak masuk kategori penerima.
Alasan Banyak KPM Tidak Lagi Mendapatkan Bansos
- Pemutakhiran Data: Nama dicoret karena kondisi sosial-ekonomi dinilai sudah lebih baik.
- Tidak Masuk Desil Prioritas: KPM yang tergolong desil 5–10 dianggap lebih mampu.
- Data Tidak Valid: Kesalahan NIK, KK, atau alamat.
- Tidak Mencairkan Dana: Bansos yang tidak diambil lebih dari 3 bulan bisa membuat status KPM nonaktif.
- Pindah Domisili: Warga yang pindah tanpa memperbarui data kependudukan.
Kisaran Penghasilan per Desil (Jawa Barat, Perkiraan)
Desil | Keterangan | Kisaran Penghasilan Rumah Tangga/Bulan |
---|---|---|
1 | Sangat miskin | < Rp 750.000 |
2 | Miskin | Rp 750.000 – Rp 1.200.000 |
3 | Rentan miskin | Rp 1.200.000 – Rp 1.800.000 |
4 | Hampir miskin | Rp 1.800.000 – Rp 2.400.000 |
5 | Menengah bawah | Rp 2.400.000 – Rp 3.500.000 |
6 | Menengah | Rp 3.500.000 – Rp 4.500.000 |
7 | Menengah atas | Rp 4.500.000 – Rp 6.000.000 |
8 | Mampu | Rp 6.000.000 – Rp 8.000.000 |
9 | Kaya | Rp 8.000.000 – Rp 12.000.000 |
10 | Sangat kaya | > Rp 12.000.000 |
Contoh Kasus di Jawa Barat
Ibu Siti di Kabupaten Cianjur sempat menerima bansos pada tahap 1 dan 2. Namun pada tahap 3 namanya tidak ada. Setelah ditelusuri, penghasilan suaminya yang meningkat membuat keluarga masuk kategori desil 5, sehingga tidak lagi berhak menerima bansos.
Dampak terhadap Masyarakat dan Kritik Publik
Ketiadaan Bansos di tahap 3 berdampak serius. Di kalangan KPM, banyak yang kesulitan membeli sembako, membayar sekolah anak, atau periksa kesehatan. Seorang ibu rumah tangga di Bogor, misalnya, mengeluh, "Dana Rp 600.000 itu penyelamat bulanan kami. Tanpa itu, anak-anak bisa putus sekolah." Data BPS menunjukkan bahwa 40% KPM bergantung sepenuhnya pada Bansos untuk 30% pengeluaran rumah tangga.
Kritik muncul dari aktivis sosial: verifikasi terlalu ketat tanpa sosialisasi memadai, dan proses banding rumit. LSM seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti potensi korupsi data, meski Kemensos klaim transparan melalui aplikasi Cek Bansos. Di media sosial, tagar #BansosTahap3TidakCair trending, dengan ribuan keluhan dari KPM yang merasa "ditinggalkan" pemerintah.
Solusi untuk KPM
- Cek status di cekbansos.kemensos.go.id.
- Perbarui data kependudukan di Dukcapil jika ada perbedaan.
- Laporkan ke kelurahan atau Dinas Sosial untuk usulan perbaikan.
- Ambil bansos tepat waktu agar status tidak dibekukan.
Cara Mengecek Status dan Mengatasi Masalah
Jangan panik jika belum cair. Berikut langkah-langkahnya:
- Cek Online via Website Kemensos: Kunjungi cekbansos.kemensos.go.id, masukkan NIK dan nama ibu kandung, lalu klik "Cari Data". Status "YA" berarti berhak; "TIDAK" atau "EXCLUDE" butuh verifikasi ulang.
- Gunakan Aplikasi Cek Bansos: Download di Play Store/App Store, daftar dengan NIK, unggah foto KTP untuk verifikasi. Menu "Cek Bansos" tampilkan detail pencairan.
- Hubungi Pendamping Sosial: Datangi kantor desa/kelurahan atau hubungi pendamping PKH/BPNT. Ajukan sanggah jika data salah.
- Perbarui Data: Pastikan NIK sinkron dengan Dukcapil. Jika exclude, usulkan ulang via aplikasi atau desa.
Kemensos menjanjikan pencairan susulan hingga akhir September, termasuk dana ganda bagi yang tertunda. Pantau saldo KKS di ATM atau e-Warong secara rutin.
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan (FAQ)
Saran untuk Pemerintah dan Masyarakat
Bagi pemerintah, sosialisasi DTSEN perlu ditingkatkan melalui kampanye desa dan aplikasi mobile. Verifikasi sebaiknya lebih humanis, dengan masa transisi bagi KPM yang graduasi. Sementara itu, masyarakat disarankan gunakan Bansos bijak: prioritaskan nutrisi anak, pendidikan, dan tabung sebagian untuk darurat.
Di tengah kritik, Bansos tetap program vital. Dengan reformasi data dan transparansi, tahap 4 (Oktober-Desember) diharapkan lebih lancar. Kemensos optimis, 95% KPM akan terjangkau tahun ini, tapi tantangan seperti ketimpangan wilayah harus diatasi.
Dengan berkomentar, Anda setuju untuk mematuhi aturan ini.