HEADLINE NEWS

Kronologi Lengkap Korupsi Pencairan Kredit Bank Jepara Artha


ElangUpdate | Jakarta, 19 September 2025 – Kasus korupsi kembali mencuat di tubuh perbankan daerah. Kali ini sorotan publik tertuju pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha, sebuah lembaga keuangan milik Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. 

Skandal yang menyeruak bukan perkara kecil, melainkan dugaan praktik pencairan kredit fiktif senilai ratusan miliar rupiah yang berlangsung dalam rentang 2022 hingga 2023.

Awal Mula Kasus Korupsi

Kasus korupsi pencairan kredit fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka pada 18 September 2025. 

Kasus ini, yang berlangsung antara 2022 hingga 2024, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp254 miliar, menurut perhitungan sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. 

Skandal ini melibatkan pejabat tinggi bank dan pihak swasta yang berkolusi untuk mencairkan kredit fiktif dalam jumlah besar.

Kronologi Penanganan

  • 2022 – Juli 2023: Pencairan kredit fiktif berlangsung dengan total nilai sekitar Rp263,6 miliar. Dana tersebut didistribusikan ke puluhan rekening dengan identitas debitur palsu.
  • 24 September 2024: KPK mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi di BPR Jepara Artha.
  • 26 September 2024: Larangan bepergian ke luar negeri diterapkan terhadap lima orang terduga pelaku, termasuk jajaran direksi dan pihak eksternal.
  • Oktober 2024: Perhitungan sementara menyebutkan kerugian negara mencapai Rp220 miliar.
  • November 2024: KPK menyelidiki 38 rekening kredit fiktif dengan nilai plafon lebih dari Rp270 miliar.
  • 3 Juni 2025: Direktur Utama BPR Jepara Artha dipanggil sebagai saksi.
  • 14 Juli 2025: KPK menyita aset berupa uang tunai Rp411 juta dan dua bidang tanah senilai Rp700 juta.
  • 8 September 2025: Tiga saksi tambahan diperiksa, termasuk pihak notaris dan perusahaan penjaminan daerah.
  • 18 September 2025: Lima tersangka resmi ditahan KPK. Mereka terdiri dari jajaran direksi bank dan seorang direktur perusahaan swasta yang berperan sebagai penyedia identitas debitur palsu.

Bank Jepara Artha, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kabupaten Jepara, awalnya dikenal sebagai lembaga keuangan yang mendukung usaha kecil dan menengah di wilayah tersebut. 

Hingga 2024, bank ini telah menerima penyertaan modal sebesar Rp24 miliar dari Pemkab Jepara dan memberikan dividen kumulatif kepada pemerintah daerah. 

Namun, di balik kinerja yang tampak stabil, praktik korupsi besar-besaran terjadi, mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi ini.

Kronologi Kejadian

Ekspansi Kredit Sindikasi pada 2021

Kisah ini bermula pada 2021, ketika BPR Jepara Artha mulai mengembangkan program kredit usaha dengan sistem sindikasi. Program ini bertujuan untuk memperluas jangkauan pembiayaan kepada pelaku usaha. 

Namun, ekspansi tersebut tidak diimbangi dengan analisis kredit yang memadai. Akibatnya, terjadi lonjakan kredit macet sebesar Rp130 miliar, yang menyebabkan performa keuangan bank menurun drastis dan mencatatkan kerugian.

Untuk menutupi kredit macet tersebut, manajemen bank, di bawah kepemimpinan Direktur Utama Jhendik Handoko (JH), diduga merancang skema pencairan kredit fiktif. Jhendik bekerja sama dengan Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA), Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG), untuk mencairkan kredit tanpa prosedur yang sah. 

Skema ini melibatkan tiga pejabat bank lainnya: Iwan Nursusetyo (IN) sebagai Direktur Bisnis dan Operasional, Ahmad Nasir (AN) sebagai Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan, serta Ariyanto Sulistiyono (AS) sebagai Kepala Bagian Kredit.

Pencairan Kredit Fiktif 2022–2023

Pada April 2022 hingga Juli 2023, BPR Jepara Artha mencairkan 40 kredit fiktif dengan total nilai Rp263,6 miliar melalui 40 debitur palsu. Kredit-kredit ini tidak didukung oleh dokumen yang valid atau jaminan yang memadai, melanggar prinsip kehati-hatian perbankan. 

Sebagian dana digunakan untuk menutupi kredit macet sebelumnya, sementara sisanya dialihkan untuk kepentingan pribadi para tersangka, termasuk pembiayaan perjalanan umrah bagi tiga tersangka.

Proses pencairan kredit fiktif ini dilakukan dengan sengaja untuk memperbaiki laporan keuangan bank yang sedang terpuruk. Namun, alih-alih menyelamatkan bank, praktik ini justru memperparah kerugian keuangan dan merusak integritas institusi. 

KPK mengungkapkan bahwa skema ini dirancang dengan cermat, melibatkan manipulasi dokumen dan pelaporan fiktif untuk mengelabui pengawas keuangan.

Penetapan Tersangka dan Penahanan

Pada 18 September 2025, KPK resmi menetapkan lima tersangka setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi, ahli, serta penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk rumah dan kantor para tersangka. 

Penyitaan barang bukti, aset, dan uang tunai juga dilakukan untuk memperkuat konstruksi perkara. Kelima tersangka adalah:

  • Jhendik Handoko (JH), Direktur Utama BPR Jepara Artha.
  • Iwan Nursusetyo (IN), Direktur Bisnis dan Operasional.
  • Ahmad Nasir (AN), Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan.
  • Ariyanto Sulistiyono (AS), Kepala Bagian Kredit.
  • Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA), Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang.

Para tersangka langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK untuk 20 hari pertama, mulai 18 September hingga 7 Oktober 2025. Penahanan ini dilakukan untuk mencegah para tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

Penyitaan Aset dan Kerugian Negara

Sebagai bagian dari upaya pemulihan aset (asset recovery), KPK menyita berbagai aset terkait kasus ini. Total aset yang disita meliputi:

  • 136 bidang tanah dan bangunan senilai Rp60 miliar.
  • Uang tunai Rp1,3 miliar milik Jhendik Handoko, ditambah empat mobil dan dua bidang tanah.
  • Uang tunai Rp11,5 miliar milik Mohammad Ibrahim Al’asyari, satu bidang tanah, dan satu unit mobil Toyota Fortuner.
  • Satu bidang tanah rumah dan satu unit sepeda motor milik Ahmad Nasir.

Kerugian negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp254 miliar, yang terdiri dari baki debet dan tunggakan bunga. 

Angka ini masih dapat bertambah seiring dengan audit lanjutan oleh BPK. KPK juga sedang menelusuri aliran dana lainnya untuk memastikan tidak ada aset korupsi yang tersembunyi.

Fakta Penting: KPK mengungkap bahwa sebagian dana kredit fiktif digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk membiayai perjalanan umrah tiga tersangka, menunjukkan penyalahgunaan wewenang yang mencolok.

Implikasi dan Respons Publik

Kasus ini mencoreng reputasi BPR Jepara Artha sebagai lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat. Sebagai BUMD, bank ini seharusnya menjadi pilar ekonomi lokal, namun malah menjadi sarang korupsi yang merugikan rakyat. 

Masyarakat Jepara, khususnya pelaku usaha kecil yang bergantung pada kredit dari bank ini, kini dirundung kekhawatiran akan keberlanjutan layanan perbankan.

KPK, melalui Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan bagi lembaga keuangan daerah untuk memperketat pengawasan internal. KPK juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan reformasi tata kelola BUMD guna mencegah kasus serupa di masa depan.

Langkah Hukum dan Ancaman Hukuman

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal adalah penjara seumur hidup dan denda yang signifikan, tergantung pada tingkat keterlibatan masing-masing tersangka. Proses penyidikan masih berlangsung untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Kesimpulan

Kasus korupsi di BPR Jepara Artha adalah contoh nyata bagaimana penyalahgunaan wewenang dan kurangnya pengawasan dapat menghancurkan institusi keuangan. Dengan kerugian negara mencapai Rp254 miliar, kasus ini menuntut pertanggungjawaban penuh dari para pelaku dan reformasi sistemik dalam pengelolaan BUMD. 

KPK diharapkan terus mengusut kasus ini hingga tuntas, memastikan keadilan ditegakkan dan aset negara dapat dipulihkan sebanyak mungkin.

Kisah ini juga menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa integritas dan transparansi adalah kunci menjaga kepercayaan publik. Masyarakat kini menanti langkah konkret dari pemerintah daerah dan otoritas terkait untuk memastikan kasus serupa tidak terulang. Sumber: Kompas.com, DetikNews, Tempo.co, IDN Times, Merdeka.com

⚠️ Warning.!! Aturan Komentar:
  1. Sopan dan Menghargai – Komentar yang mengandung ujaran kebencian, diskriminasi, atau pelecehan akan dihapus.
  2. Fokus pada Topik – Hindari spam atau komentar yang tidak relevan dengan konten.
  3. Gunakan Bahasa yang Baik – Hindari kata-kata kasar atau tidak pantas.
  4. Tidak Mengiklankan – Komentar yang mengandung promosi pribadi atau iklan akan dihapus.
  5. Patuhi Hukum – Komentar yang melanggar hak cipta atau norma hukum akan ditindak tegas.

Dengan berkomentar, Anda setuju untuk mematuhi aturan ini.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Home
Trending
Sport
Search
Menu
Komentar 0 Facebook Twitter WhatsApp Telegram Copy Link